Penyakit Cacar Monyet (Monkey Pox) Sudah Masuk Indonesia

Kasus Monkeypox di Indonesia: Tingkat Bahaya dan Pengobatan

Monkeypox atau cacar monyet adalah penyakit zoonosis yang dapat menular dari hewan ke manusia dan juga antar manusia. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), sejak 2022 hingga 2024, tercatat sebanyak 88 kasus monkeypox di Indonesia. Meskipun berpotensi menular, penyakit ini biasanya tidak terlalu mematikan.

Sejarah dan Penyebaran Monkeypox

Monkeypox pertama kali ditemukan pada 1958 di Denmark, ketika ditemukan dua kasus pada kera yang dipelihara untuk penelitian. Pada manusia, penyakit ini pertama kali dilaporkan di Republik Kongo pada tahun 1970 dan terus ditemukan hingga kini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan monkeypox sebagai darurat kesehatan global pada 23 Juli 2022.

Tingkat Bahaya Monkeypox

Meskipun monkeypox bisa menular, penyakit ini umumnya bersifat self-limiting, yang berarti dapat sembuh dengan sendirinya setelah 2 hingga 4 minggu. Menurut Juru Bicara Kemenkes RI, dr. Mohammad Syahril, masa inkubasi monkeypox berlangsung selama 0-5 hari dengan gejala awal berupa demam tinggi, sakit kepala, dan pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau selangkangan.

Setelah itu, pasien memasuki masa erupsi 1-3 hari setelah demam, ditandai dengan munculnya ruam di kulit, wajah, telapak tangan, kaki, dan alat kelamin. Dalam kebanyakan kasus, perawatan di rumah sudah cukup untuk membantu pemulihan, dan hanya sekitar 10 persen pasien yang memerlukan rawat inap di rumah sakit.

Namun, pasien harus waspada terhadap komplikasi serius seperti infeksi sekunder, bronkopneumonia, sepsis, ensefalitis, atau infeksi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.

Kasus Kematian

Pada November 2023, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta melaporkan satu pasien monkeypox meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif selama dua minggu. Meskipun begitu, penyebab kematian tidak terkait langsung dengan monkeypox, melainkan karena kondisi kesehatan yang kompleks, termasuk HIV dengan tingkat CD4 yang sangat rendah.

Kasus kematian ini tidak lantas menunjukkan bahwa monkeypox menjadi lebih fatal, karena setiap pasien memiliki kondisi kesehatan yang berbeda, terutama bagi mereka yang memiliki penyakit penyerta.

Kelompok Berisiko Tinggi

Untuk mengendalikan penyebaran monkeypox, Kemenkes RI telah memulai program vaksinasi untuk kelompok berisiko tinggi, sesuai anjuran WHO. Kelompok yang dianggap berisiko tinggi meliputi individu yang memiliki perilaku seks bebas atau berhubungan sesama jenis, orang yang kontak langsung dengan pasien monkeypox dalam dua minggu terakhir, petugas laboratorium yang menangani spesimen virologi di daerah yang terdapat kasus monkeypox, serta tenaga kesehatan yang menangani pasien monkeypox.

Anak-anak, menurut Kemenkes, saat ini tidak termasuk dalam sasaran vaksinasi monkeypox di Indonesia.

Pengobatan Monkeypox

WHO menjelaskan bahwa monkeypox dapat diobati dengan perawatan suportif untuk gejala-gejala yang muncul, seperti nyeri dan demam. Selain itu, perhatian khusus juga harus diberikan pada nutrisi, hidrasi, perawatan kulit, pencegahan infeksi sekunder, dan pengobatan infeksi yang menyertai, seperti HIV.

Hal-hal yang perlu diperhatikan selama perawatan meliputi:

  • Hindari menggaruk kulit yang ruam.
  • Jaga kebersihan kulit dengan menggunakan air steril dan antiseptik.
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat kulit yang terinfeksi.
  • Berkumur dengan air garam untuk membersihkan luka di mulut.
  • Mandi dengan air hangat yang dicampur soda kue atau garam epsom untuk mengurangi rasa tidak nyaman.

Jika rasa sakit sulit diatasi dengan obat nyeri biasa, segera hubungi layanan kesehatan terdekat.

Dengan perawatan yang tepat dan pencegahan komplikasi, mayoritas pasien monkeypox dapat pulih sepenuhnya tanpa efek jangka panjang. Penyakit ini memerlukan kewaspadaan, terutama bagi mereka yang termasuk kelompok berisiko tinggi, namun tidak dapat dianggap sebagai penyakit yang sangat mematikan.

Scroll to Top